Rabu, 27 Agustus 2008

Dear Pak Made (mudahan nggak salah menyebut pak, karena saya juga ada teman kursus dulu yang bernama made tapi ibu)

Tulisan anda sungguh menggelitik saya untuk ikut berkomentar, sangat sejalan dengan apa yang saya usahakan dan jalankan, untuk merubah cara pandang dalam dunia bisnis. Sebagaimana diketahui bersama bahwa para pebisnis mengatakan bahwa bisnis itu tidak ada sekolahnya. Yang adalah sekolah yang senang mengutak atik kegiatan atau kebijaksanaan pebisnis.

Menurut pandang tempat kami berusaha merubah sudut pandang adalah:

Pertama sekolah yang ada dimana-mana, dinegara manapun adalah menididik orang untuk berlaku atau memikirkan “how to do” atau dengan kata lain bagaimana menyelesaikan masalah disuatu situasi tertentu. Jadi hasil didikan ini adalah menghasilkan profesional yang adalah penyelesai masalah alias pekerja. Pernahkan baca cerita orang bodoh mempekerjakan orang pintar. (orang bodoh adalah orang yang nggak selesai sekolah formalnya atau DO). Profesional akan selalu bertanya: “where is the plan”. Bila ada plan maka dia sanggup menjalankan dengan keprofesionalannya.

Kedua adalah orang yang berfikir “what to do”, dimana rangkaian what to do ini adalah menjadi suatu proposal bisnis dan lebih jauh merupakan sistim bisnis alias plan bisnis (Business Plan). Orang kedua ini selalu berfikir atau memikirkan apa yang harus diperbuat, dan sesudahnya apa dan apalagi. Rangkaian dari apa dan apa dan apa sehingga menghasilkan sesuatu penyelesaian masalah dalam hidup. Sebab dalam ekonomi, nilai ekonomi akan timbul dari adanya masalah, seperti Adam Smith bilang karena adanya kelangkaan (scarsy) lah timbulnya upaya penyelesaian masalah tersebut. Upaya ini butuh usaha atau biaya, usaha inilah yang mendatangkan hasil.

Orang kedua ini adalah pebisnis, orang yang menciptakan apa yang akan dikerjakan oleh ahlinya (profesional). Orang ini berfikir atau berlaku dalam penciptaan sistim atau plan. Plan inilah yang akan diserahkan untuk dikerjakan oleh profesional. Hal inilah yang kami coba jalankan atau perkenalan, bagaimana mengambil posisi sebagai orang yang kedua ini, berfikiran sebagai pebisnis, sebagai pencipta plan dan sistimnya. Cara pendekatan orang kedua ini sering kami singgung di http://darultda.blogspot.com .

Saya disini mohon izin bapak Made untuk dapat memuat tulisan pak Made dibawah didalam blog saya. Dan atas kerelaannya, saya mengucapkan terima kasih.

Salam
Darul
Jakarta

From: Made Teddy Artiana
Sent: 27 Agustus 2008 7:59

Nggak Sekolah ? So What Gitu Loh !!
By Made Teddy Artiana, S. Kom


"Gawat ! Adik gue DO, Mas", curhat salah seorang freelanche graphic designer yang bekerja pada kami. Berita yang tidak terlalu menarik sebenarnya dibanding aliran dana BI. "Emang dia kuliah dimana ?" sahut ku ngasal sekedar menanggapi. "Dia baru SMA. Karena hobby ngerakit motor. Dia jadi lupa sekolah dan akhirnya dipecat dari sekolah. Padahal sekolah khan mahal !!". Singkat cerita sang teman kemudian menceritakan lengkap tentang 'permasalahan' sang adik yang dia anggap sudah memusingkan keluarga. Akhirnya percakapan jadi menarik. Masih SMA dan dipecat gara-gara hobby nya dibidang automotif. Yang lebih menarik adalah ujung ceritanya (meskipun bukan berarti tamat). Sang adik akhirnya menciptakan sebuah motor. yang menjadi pemenang pertama perlombaan disebuah majalah otomotif terkenal.

Serupa tapi tak sama. Fenomena menarik dialami juga oleh artis Memes, istri Adie MS seorang composer ternama di tanah air. Anak mereka, tidak mau bersekolah lagi. Pasalnya, ia menganggap sekolah umum itu, tidak lain dan tidak bukan hanyalah buang waktu percuma. Kok bisa ? Begini penjelasan sangat-sangat logis sang anak. Ia hobby musik, cendrung tergila-gila dan ia ingin menghabiskan 50% waktu berharganya untuk mempelajari musik. Kalau saja ia terlahir dari keluarga yang buta musik, contoh dokter, pengacara atau bisnisman, mudah ditebak hal ini akan menyulut perang dunia dengan ortunya. Beruntung, anak ini punya mama penyanyi terkenal dan papa, komposer kenamaan. Jadi, walaupun tidak mudah (baca : tidak seperti yang lain), orang tuanya bisa mengerti.

Mirip dan agak menggelikan dibanding kedua contoh diatas. Sedari dulu, saya punya hobby mengumpulkan artikel dari berbagai media. Internet, koran atau majalah. Beberapa tokoh terfavoritepun masuk DPO (Daftar Pencarian O..artikel). Gede Prama, siapa yang tidak kenal beliau. Pembicara sekaligus Sang Resi dalam hal manajemen, bisnis dan kehidupan, tentu saja masuk list. Bukan karena alasan kesukuan, tetapi memang saya pribadi mengganggap beliau termasuk asset berharga bangsa ini. Uniknya, disebuah artikel beliau pernah bertutur kurang lebih begini….(kalau keliru sedikit mohon dimaafkan ya Bli Gede…sesama orang Bali..tentu punya T yang mantep). "Kalau Anda mau sukses Anda harus berani lebih dari orang lain. Jika orang lain punya satu gelar, Anda harus punya dua…dsb..dsb". For your info, Gede Prama memang punya dua gelar yang beliau dapat dari luar negeri sana. Artikel itu membuat saya ingin kuliah lagi. Sarjana rasanya tidak cukup lagi. Lebih afdol jika ditambah dengan sebuah gelar Master…minimal MM. Lama berselang. Beberapa bulan selanjutnya Sang Resi menulis sebuah artikel yang agak mencengangkan, bagi saya pribadi tentunya. Artikel itu berjudul : Sekolah Bikin Muntah ! Dalam artikel tersebut Gede Prama menyamakan sekolah dengan sebuah kebiasaan 'jaman doeloe' di Bali sana. Pembelajaran guru dengan murid, disamakan dengan seorang anak balita yang memakan makanan yang sudah dikunyah oleh ibunya. Beliau juga menyebutkan betapa mereka yang bersekolah lama-lama dan tinggi-tinggi sebagian besar berubah jadi semacam monster 'pinter' sekaligus dingin dengan paradigma kaku yang akhirnya jadi mesin sok tahu. Terlalu terstruktur jika dibandingkan dengan keacak-randoman permasalahan dalam dunia bisnis sekarang ini. Ada apa dengan Bli Gede sebenarnya…? Mungkin hanya beliau yang tahu pasti. Apakah dalam perjalanan hidup beliau bertemu suatu permasalahan yang hanya dapat dipecahkan dengan cara mengacak-acak otak pinter yang sudah kaku terstrutur ? Entahlah. Perjalanan saya tentunya masih seumur palawija jika dibanding dengan beliau.

Yang pasti jika boleh saja disimpulkan, sekolah umum sudah bukan lagi jamannya menjadi syarat dalam kehidupan ini. Bukan merupakan 'mas kawin' yang merupakan syarat mutlak sebuah perkawinan. Menjadi programer komputer misalnya, hanya membutuhkan seperangkat komputer dan buku-bukunya, tidak membutuhkan embel-embel S. Kom (Sarjana Komputer) yang muahaaaal padahal belum tentu menjadi jalan mutlak dan 'satu-satunya' bagi seseorang untuk sukses. Untuk yang satu itu sepertinya pengalaman pribadi . Hal yang sama berlaku untuk beberapa profesi yang lain, memang tidak semua. Untuk jadi Marketing misalnya, memang harus belajar marketing, tetapi tidak harus berijasah marketing. Untuk jadi pengusaha tidak mesti jebolan sekolah bisnis. Jika demikian berarti permasalahan BIAYA SEKOLAH yang seolah momok sebenarnya bukan kiamat bagi kaum kebanyakan. Punya uang ? Silakan sekolah. Nggak punya uang? Bukan masalah..ya nggak usah sekolah ! Belajarlah sendiri. Simple dan nggak perlu pusing. Ketidakmampuan bersekolah atau kuliah tidak perlu melahirkan gejala minder wader muter kompleks (istilah saya pribadi). Pertama-tama bagi sang anak, kedua bagi orang tua. Jangan sampai, syarat basi (baca : titel, gelar dsb) membuat banyak orang tua stress dan tampak menjadi tiga kali lebih tua dari umur sebenarnya. Memang, persoalan sekolah lebih-lebih saat sekarang ini, lebih mirip hantu dibanding malaikat. Biaya sekolah seolah mampu menciptakan garis tegas diantara miskin dan kaya. Disini peran orang tua kembali sangat dibutuhkan. Memberikan arah dan pencerahan bagi kaum muda. Kemandirian untuk dapat belajar sendiri. Era agraris dan industri sudah berlalu, zaman sudah berudah, meskipun gaya pendidikan sekolah masih monoton. Kita semua tentu berharap jangan sampai, era informasi dan hightech membuat sekolah tradisional tampak seperti babi gendut ditengah kumpulan kijang-kijang yang melompat indah kesana kemari. Atau seperti badut tambun diantara kontes perut sixpack sebuah produk susu para lelaki. Sudah saatnya urutan "WATI-BUDI-IWAN" jaman kuda dulu diacak atau diganti dengan "WARNO-ANGEL-IJAH" dan kalimat "INI BUDI" diganti dengan kalimat yang lebih kritis seperti "MANA WARNO ?"

Menutup tulisan ini ada sebuah cerita sederhana menarik yang menggelitik. Adalah seorang pelajar yang duduk dikelas dua SMA. Berasal dari keluarga sederhana dan sama sekali tidak pandai di sekolahnya. Kini sudah punya penghasilan jutaan rupiah perbulan dari hasil menjadi guru privat musik bagi anak-anak orang kaya. Berawal dari gitar 'cumi' tetangga (Cuma minjem), pemuda belia itu kini sudah mengambil alih peran orang tua dalam persoalan finansial. Jadi seandainya saja Anda sepakat dengan saya, sekolah tentunya bukan TUHAN yang akhirnya menjadi penentu satu-satunya jalan hidup Anda. Jika satu hal itu membuat hidup yang indah ini menjadi begitu membebani Anda dengan sejuta syarat. Gampang…kalikan dia dengan NOL..! (alias lupakan saja). Tidak ada selain TUHAN tentunya yang begitu menentukan dalam hidup ini, termasuk syarat berlebel : SEKOLAH. Semua ini tentunya bukan mengisyaratkan sentimen anti sekolah. Apalagi pelecehan terhadap profesi guru. Sama sekali tidak. Justru ini sebaiknya dipahami dalam kerangka yang lebih luas dan postif tentunya. Karena sampai kapanpun pendidikan dan pembelajaran selalu mutlak perlu, tetapi 'sekolah'..sangat-sangat relatif.

(*** mta : teriring hormat yang dalam untuk para guru dipedalaman sana, yang membuat kaum terbelakang dan miskin mengeyam manisnya pendidikan***)

Minggu, 09 Maret 2008

Revolusi Ala Fadel Muhammad

Seseorang dengan tujuan yang jelas, akan mampu membuat perubahan walaupun ia berada di jalan yang sulit, tapi seseorang tanpa tujuan yang jelas tidak akan mampu membuat perubahan walaupun ia berada di jalan yang mulus

(Thomas Charlyl)

Pemimpin adalah pengaruh! Begitu kata Jhon F. Kennedy. Lahirnya pemimpin tidaklah di monopoli oleh letak geografis suatu daerah, karena pemimpin lahir dari proses yang panjang. Dan yang paling utama adalah clear vision. Dengan tujuan yang jelas seseorang akan mampu di perjalankan menuju cita-citanya. Sebagaimana syair arab “ engkau menginginkan kesuksesan tapi engkau tidak berjalan pada jalannya, ketahuilah tidaklah mungkin kapal berlayar didaratan”.

Sebelum Gorontalo mendeklarasikan dirinya menjadi propinsi, ia bagaikan kota culun yang susah di jelajah dan dikenal walaupun dalam lembaran peta. Tapi, setelah ia berubah status, Gorontalo tidak hanya dikenal di tingkat lokal, namun hingga di luar negeri. Pada fase inilah Gorontalo tidak hanya dikenal damai masyarakatnya, namun menggerakkan siapa saja yang datang untuk mengikuti arus derasnya perubahan.

Fenomena ini tidak bisa dipisahkan dengan sosok baru yang tiba-tiba menjelma membawa Gorontalo pada ikon kota agropolitan, ikon yang banyak di tinggalkan oleh daerah lain yang lebih memilih metropolitan. Dialah Fadel Muhammad yang mimpinya ingin mewujudkan Gorontalo sebagai penyangga pangan nasional, saat bangsa ini lagi gemar mengimpor beras, kebijakan slum yang sudah mentradisi.

Sejak Gorontalo dipimpin Fadel, kota kecil ini menemukan posisinya sebagai rumah para petani, sehingga keberadaan kota dan desa bukan menjadi dinding pemisah, tapi sebuah jembatan yang mampu memerdekakan para petani yang selama ini hanya dijadikan main isssu saat kampanye. Dengan visi baru, menejemen baru jurusnya cukup ampuh, dengan gerakan satu juta ton jagung sebagai salah satu produk andalannya. Fadel mampu menyulap jagung Gorontalo menjadi “emas” yang bisa di jual kemana saja. Kalau dulu masyarakat hanya menjadikan jagung sebagai produk makanan bintebiluhuta (makanan khas Gorontalo yang terbuat dari jagung) kini Fadel mampu menyulap jagung menjadi “apasaja” yang dia mau.

Pengalamannya sebagai menejer atau pengusaha di perusahaan terkemuka, membuat Fadel cepat melakukan quantum dan penetrasi budaya perusahaan ke budaya pemerintahan yang terlalu birokratis, seperti bagaimana dia membuat interpreneur government, sebuah lompatan yang jarang dilakukan daerah lain, mungkin esok atau lusa, Fadel akan mewujudkan satu juta interpreneur, satu juta pemikir, satu juta menejer. Kalau anda mengunjungi daerah ini yakinlah sekarang tidaklah terlalu sulit, karena daerah ini sudah memberlakukan revolusi di bidang transportasi, yang setiap hari anda akan bisa mengunjungi kota Agropolitan Gorontalo yang sekarang lebih anggun nan cantik sebagaimana kata orang small is beautiful.

Sumber http://penjarah.blogspot.com

Sabtu, 05 Januari 2008

Naluri/Intuisi Bisnis DALAM Menjalankan Usaha (Bisnis)

“Naluri/Intuisi Bisnis”

DALAM

“Menjalankan Usaha (Bisnis)”

Allah Yang Maha Pencipta telah menjadikan manusia sebagai makhluk yang paling sempurna, yang tidak saja telah dilengkapi dengan HASRAT/KEINGINAN serta NALURI/INTUISI, akan tetapi juga dilengkapi dengan AKAL/ PIKIRAN/ NALAR/ LOGIKA serta KALBU/HATI-NURANI, sehingga dalam melakukan setiap perbuatan TIDAK HANYA dengan mengikuti HASRAT/- KEINGINAN serta NALURI/INTUISI begitu saja, akan tetapi juga dengan menggunakan AKAL/ PIKIRAN/ NALAR/ LOGIKA serta KALBU/ HATI-NURANI untuk terlebih dahulu menentukan TUJUAN (OBJEKTIF) dari melakukan perbuatan yang bersangkutan SEBELUM melakukannya.

Ketahuilah bahwa NALURI/INTUISI digerakkan oleh HASRAT/KEINGINAN, sedangkan HASRAT/KEINGINAN akan menjadi "liar" bila tidak dikendalikan dengan AKAL-SEHAT/- PIKIRAN-JERNIH, yaitu AKAL/ PIKIRAN/ NALAR/ LOGIKA yang TIDAK DIPENGARUHI oleh HASRAT/KEINGINAN akan tetapi DITUNJANG oleh KALBU/HATI-NURANI.

Malaikat tidak dilengkapi dengan HASRAT/KEINGINAN, namun dilengkapi juga dengan AKAL/ PIKIRAN/ NALAR/ LOGIKA serta NALURI/INTUISI, akan tetapi oleh karena tidak ada HASRAT/ KEINGINAN yang akan mempengaruhi, maka AKAL/ PIKIRAN/ NALAR/ LOGIKA serta NALURI/INTUISI akan SELALU MENGARAH KE TUJUAN (OBJEKTIF) dari setiap perbuatan yang akan dilakukan, yaitu PENGABDIAN kepada Allah Yang Maha Kuasa SEMATA-MATA.

Iblis diberi HASRAT/ KEINGINAN, akan tetapi tidak dianugerahi AKAL/ PIKIRAN/ NALAR/ LOGIKA sehingga dalam melakukan setiap perbuatan hanya berdasarkan NALURI/ INTUISI yang digerakkan oleh HASRAT/ KEINGINAN, yaitu untuk selalu MEMPENGARUHI MANUSIA agar ikut melakukan segala perbuatan yang dilakukannya.

Binatang malah hanya diberi NALURI/ INTUISI, sehingga setiap melakukan suatu perbuatan hanya berdasarkan NALURI/ INTUISI pada saat akan melakukan perbuatan yang bersangkutan.

Walaupun manusia adalah makhluk yang paling sempurna, namun yang menentukan tinggi rendahnya derajat kemanusian adalah kondisi "kesehatan-akal/ kejernihan pikiran" dari manusia yang bersangkutan. Bilamana pada suatu saat AKAL/ PIKIRAN/ NALAR/ LOGIKA seseorang sudah sangat dipengaruhi

oleh HASRAT/KEINGINAN untuk melakukan suatu perbuatan, maka pada saat itu "kesehatan-akal/ kejernihan pikiran" berada dalam kondisi yang “sangat parah”, sehingga AKAL/ PIKIRAN/NALAR/ LOGIKA tidak akan dapat berfungsi dengan baik dan HASRAT/KEINGINAN dengan segera akan mendorong orang yang bersangkutan untuk melakukan perbuatan yang bersangkutan dengan segera pula (secara SPONTAN) berdasarkan NALURI/INTUISI yang ada, tanpa mempertimbangkan TUJUAN melakukannya.

Demikianlah, sehingga ada orang yang pada suatu saat sampai melakukan perbuatan yang lebih buas dari binatang yang paling buas sekalipun, sehingga derajat kemanusiannya pada saat itu menjadi paling rendah. Penyebabnya tidak lain karena AKAL/ PIKIRAN/ NALAR/LOGIKA orang yang bersangkutan sudah tidak berfungsi sama sekali untuk mengendalikan HASRAT/ KEINGINAN-nya,

sehingga akibatnya HASRAT/KEINGINAN-nya-lah yang mengendalikan dirinya untuk berbuat apapun untuk memenuhi HASRAT/KEINGINAN-nya itu.

Kemampuan menggunakan AKAL/ PIKIRAN/NALAR/ LOGIKA untuk mengendalikan HASRAT/ KEINGINAN juga terlihat sangat berperan dalam diri seorang olah-ragawan dalam keberhasilannya memenangkan suatu pertandingan olah-raga. Setiap olah-ragawan pasti mempunyai HASRAT/ KEINGINAN untuk memenangkan setiap pertandingan olah-raga yang dihadapinya. HASRAT/ KEINGINAN tersebut akan memacu NALURI/ INTUISI yang kemudian menjadi dasar untuk melakukan sesuatu terhadap lawannya.

Sering kita lihat seorang olah-ragawan kalah dalam suatu pertandingan karena hanya mengikuti NALURI/ INTUISI. Oleh karena itu NALURI/ INTUISI saja tidak cukup bagi seorang olah-ragawan untuk memenangkan setiap pertandingan olah-raga. Olah-ragawan yang bersangkutan juga HARUS menggunakan AKAL/ PIKIRAN/ NALAR/ LOGIKA untuk MEMPELAJARI secepat kilat kondisi lawannya

dan dengan segera menentukan tindakan yang paling tepat untuk dilakukannya agar berhasil memenangkan pertandingan, sedangkan memenangkan pertandingan adalah merupakan TUJUANnya (OBJEKTIF-nya) mengikuti pertandingan.

Topik ini adalah salah satu topik yang DIBICARAKAN dalam “Pendidikan Bisnis” yang kami selenggarakan, karena “Naluri/ Intuisi Bisnis” saja tidak cukup untuk berhasil dalam “Menjalankan Usaha (Bisnis)”. Sekurang-kurangnya ada 2 hal yang dibicarakan dalam setiap topik dengan penekanan pada PERBEDAANNYA. Bila hal yang satu “berwarna hitam” dan hal yang lainnya “berwarna putih”, maka pada suatu saat akan timbul situasi dan kondisi yang “tumpang tindih” sehingga timbul hal baru yang “berwarna abu-abu (GRAY AREA)”.

Ketahuilah bahwa setiap GRAY AREA adalah “daerah bermasalah”, sehingga tanpa mengetahui PERBEDAAN-nya, maka dalam situasi dan kondisi tertentu akan SULIT untuk MENENTUKAN SIKAP dengan TEGAS kapan harus berwarna hitam” dan kapan harus “berwarna putih”, pada hal sangat

diperlukan agar berhasil dalam mengatasi masalah yang bersangkutan.

Bagi Anda yang merasa berminat untuk berpartisipasi dalam PENYELENGGARAAN "PENDIDIKAN BISNIS", baik sebagai PESERTA ataupun sebagai PENYELENGGARA, silahkan datang ke alamat kami untuk membicarakan kemungkinannya.

***

Kamis, 20 Desember 2007

What to do

Dari beberapa pertemuan di kelas dalam rangka menyelenggarakan “Pendidikan Bisnis”, kami menemukan dan dapat menyimpulkan bahwa pada umumnya peserta mengalami KESULITAN dalam memahami PERBEDAAN antara “APA YANG HARUS DIKERJAKAN (WHAT TO DO)” dengan “BAGAIMANA CARA MENGERJAKANNYA (HOW TO DO)”. Bahkan ada yang hampir TIDAK DAPAT MEMISAHKANNYA sama sekali diantara keduanya, apalagi MEMBEDAKANNYA. Pada hal KAIDAHNYA adalah bahwa “APA YANG HARUS DIKERJAKAN (WHAT TO DO)” ditentukan berdasarkan “TUJUAN (OBJECTIVE)”, sedangkan “BAGAIMANA CARA MENGERJAKANNYA (HOW TO DO)” ditentukan berdasarkan SITUASI dan KONDISI pada saat AKAN MENGERJAKANNYA.

1
Jadi sebetulnya begitu MUDAH membedakan diantara keduanya, AKAN TETAPI memang menjadi begitu SULIT bila TIDAK PERNAH MEMIKIRKAN apalagi MENETAPKAN TUJUAN (OBJECTIVE) yang akan digunakan sebagai PEDOMAN dalam SETIAP akan MENGERJAKAN atau BERBUAT sesuatu (“Objective is something toward which effort is directed”). Kesulitan tersebut dapat DIMAKLUMI bila mengingat bahwa dalam Sistem Pendidikan Umum/Diknas
seolah-olah TABU untuk MEMIKIRKAN apalagi MENETAPKAN TUJUAN (OBJECTIVE) itu. Selama SEKOLAH pemikiran HARUS DIPUSATKAN kepada KEGUNAAN dari segala “Ilmu Pengetahuan dan Keterampilan” yang DIAJARKAN, dengan KEYAKINAN bahwa SEMUA yang DIPELAJARI itu akan DIPERLUKAN dalam menjalani kehidupan ini SETELAH TAMAT SEKOLAH NANTI. Pada hal suatu KEGUNAAN akan sangat tergantung dari ruang (tempat/lokasi), waktu dan pelaku tertentu (SUBJECTIVE).

Namun kenyataannya adalah TIDAK MUDAH untuk MULAI MEMIKIRKAN dan MENETAPKAN TUJUAN (OBJECTIVE), setelah TIDAK PERNAH MEMIKIRKANNYA selama sekian tahun bahkan belasan tahun mengikuti Sistem Pendidikan Umum/Diknas.
Oleh karena setelah TAMAT SEKOLAH ternyata MASIH BELUM MEMIKIRKAN dan MENETAPKAN TUJUAN (OBJECTIVE) yang dapat digunakan sebagai PEDOMAN dalam SETIAP akan MENGERJAKAN atau BERBUAT sesuatu, maka “APA YANG HARUS DIKERJAKAN (WHAT TO DO)” dalam menjalani kehidupan ini HANYA DAPAT DITENTUKAN berdasarkan KEGUNAAN dari PERBUATAN yang bersangkutan YANG
AKAN DILAKUKAN. Selanjutnya PEMIKIRAN akan selalu TERFOKUS kepada “BAGAIMANA CARA MENGERJAKANNYA (HOW TO DO)”, sehingga cenderung akan menjadi seorang yang mempunyai keahlian/keterampilan di bidang tertentu yang disebut PEKERJA/PROFESIONAL.

2
Dengan demikian, baik “APA YANG HARUS DIKERJAKAN (WHAT TO DO)” maupun “BAGAIMANA CARA MENGERJAKANNYA (HOW TO DO)”, cenderung akan ditentukan menurut “SUKA-SUKA HATI”. Celakanya lagi, oleh karena SANGAT TERFOKUS kepada “BAGAIMANA CARA MENGERJAKANNYA (HOW TO DO)”, maka seolah-olah TIDAK ADA PERBUATAN LAIN lagi yang perlu dilakukan SELAIN dari yang telah ditentukan sebagai “APA YANG HARUS DIKERJAKAN (WHAT TO DO)” itu, sehingga PERBUATAN LAIN yang LEBIH MEMBERIKAN “HASIL YANG DIHARAPKAN ATAU YANG SEHARUSNYA TERJADI” bisa seolah-olah TERLUPAKAN. TIDAK DAPAT DIPUNGKIRI bahwa roda perekonomian negara ini tidak mungkin akan berputar TANPA PEKERJA/PROFESIONAL. Akan tetapi juga TIDAK DAPAT DIPUNGKIRI bahwa roda perekonomian negara ini tidak mungkin akan berputar TANPA PENGUSAHA (BUSINESS OWNER) yang akan MENYEDIAKAN LAPANGAN KERJA untuk para PEKERJA/PROFESIONAL itu. Oleh karena itu setiap orang harus BEBAS untuk memilih akan menjadi PEKERJA/PROFESIONAL atau menjadi PENGUSAHA (BUSINESS OWNER).

Namun HARUS DIMENGERTI bahwa bagaimanapun juga JANGAN SAMPAI SEMUA ORANG MENJADI PEKERJA/PROFESIONAL demi untuk PERBAIKAN “NASIB BANGSA” ini. Bagi seseorang yang telah memilih menjadi PEKERJA/PROFESIONAL, memang akan menganggap bahwa KESULITAN dalam memahami PERBEDAAN antara “APA YANG HARUS DIKERJAKAN (WHAT TO DO)” dengan “BAGAIMANA MENGERJAKANNYA (HOW TO DO)” pada kenyataannya TIDAK MENGHALANGI perjalanan hidup yang akan ditempuhnya sebagai PEKERJA/PROFESIONAL, oleh karena:

  1. Sebagai PEKERJA/PROFESIONAL hanya menunggu DISURUH/DIMINTA MENGERJAKAN/BERBUAT sesuatu oleh PEMBERI KERJA sesuai dengan keahlian/keterampilan yang dimilikinya, sehingga “APA YANG HARUS DIKERJAKAN (WHAT TO DO)” serta TUJUAN (OBJECTIVE) dari MENGERJAKAN pekerjaan yang bersangkutan adalah urusan PEMBERI KERJA.
  2. Sebagai PEKERJA/PROFESIONAL cenderung hanya memikirkan tentang “CARA MENGERJAKAN (HOW TO DO)” dari PEKERJAAN yang disuruh/diminta oleh PEMBERI KERJA dengan sebaik-baiknya, sehingga MERASA TIDAK PERLU MEMIKIRKAN PEKERJAAN/PERBUATAN LAIN YANG TIDAK ADA HUBUNGANNYA dengan “CARA MENGERJAKAN (HOW TO DO)” dari PEKERJAAN yang disuruh/diminta oleh PEMBERI KERJA.
Akan tetapi bagi seseorang yang telah memilih menjadi PENGUSAHA (BUSINESS OWNER), maka yang bersangkutan HARUS telah benar-benar dapat MEMAHAMI PERBEDAAN antara “APA YANG HARUS DIKERJAKAN (WHAT TO DO)” dengan “BAGAIMANA CARA MENGERJAKANNYA (HOW TO DO)”, oleh karena:
  1. PENGUSAHA (BUSINESS OWNER) BUKANLAH PEKERJA, akan tetapi seseorang yang membangun/menyusun suatu "SISTEM BISNIS" berdasarkan POTENSI EKONOMI yang ada disekitarnya, sehingga "SISTEM BISNIS" itulah yang akan BEKERJA untuknya.
  2. "POTENSI EKONOMI'” adalah segala sesuatu yang dapat dijadikan sebagai OBJEK USAHA untuk menghasilkan suatu "PRODUK" berupa barang atau jasa yang dapat memudahkan atau meningkatkan taraf hidup pemakainya.
  3. Setiap "SISTEM BISNIS" merupakan RANGKAIAN KEGIATAN (WHAT TO DO) MENJALANKAN USAHA (BISNIS), sehingga dengan menyusun "SISTEM BISNIS" berarti adalah menciptakan lapangan kerja untuk para TENAGA PROFESIONAL.
  4. "SISTEM BISNIS" disusun dalam bentuk “FUNGSI-FUNGSI BISNIS” yang mengarah ke "PROSES BISNIS YANG TERPADU DAN BERJALAN DENGAN LANCAR” sebagai TUJUAN (OBJECTIVE) yang digunakan sebagai dasar dalam menentukan KEGIATAN (WHAT TO DO) yang perlu dilakukan untuk MENJALANKAN USAHA (BISNIS)
  5. 5) "SISTEM BISNIS" kemudian diserahkan kepada EKSEKUTIF (TENAGA PROFESIONAL di bidang MANAJEMEN) untuk menjalankannya dengan dibantu oleh TENAGA PROFESIONAL lainnya yang diperlukan, serta yang kemudian akan menentukan CARA MELAKSANAKANNYA (HOW TO DO).
3
Semua orang berharap bahwa JUMLAH PEKERJA/PROFESIONAL hendaknya SEIMBANG DENGAN JUMLAH PENGUSAHA (BUSINESS OWNER), agar tidak terjadi KELEBIHAN TENAGA KERJA atau PENGANGGURAN di pihak PEKERJA/PROFESIONAL atau KEKURANGAN TENAGA KERJA di pihak PENGUSAHA (BUSINESS OWNER). Namun pada kenyataannya JUMLAH PEKERJA/PROFESIONAL setiap tahun BERTAMBAH RATUSAN
RIBU ORANG yang dihasilkan dari Sistem Pendidikan Umum/Diknas, sedangkan saementara itu JUMLAH PENGUSAHA (BUSINESS OWNER) hampir dapat dikatakan TIDAK BERTAMBAH, sehingga JUMLAHNYA setiap tahun MAKIN TIDAK SEIMBANG.

Ketahuilah bahwa Pemerintah tidak mungkin diharapkan dapat memahami dan kemudian akan mampu untuk mengatasi KETIDAK-SEIMBANGAN tersebut, oleh karena para PEJABAT PEMERINTAH adalah juga PEKERJA/PROFESIONAL, yaitu PEKERJA/PROFESIONAL di bidang Pemerintahan, sehingga:

  1. Dapat dimaklumi kalau ADA PEJABAT PEMERINTAH yang menganggap bahwa KESULITAN dalam memahami PERBEDAAN antara “APA YANG HARUS DIKERJAKAN (WHAT TO DO)” dengan “BAGAIMANA MENGERJAKANNYA (HOW TO DO)” juga TIDAK AKAN MENGHALANGI jalannya RODA PEMERINTAHAN.
  2. Dapat dimaklumi kalau ADA PEJABAT PEMERINTAH yang TIDAK DAPAT MENERIMA kalau dikatakan bahwa upaya untuk mengurangi KETIDAK-SEIMBANGAN tersebut TIDAK DIDUKUNG oleh Sistem Pendidikan Umum/Diknas.
  3. Dapat dimaklumi kalau ADA PEJABAT PEMERINTAH yang TIDAK MAU MENGERTI tentang TUJUAN (OBJECTIVE) dan bahwa SEHARUSNYA MENETAPKAN TUJUAN (OBJECTIVE) yang akan digunakan sebagai PEDOMAN dalam SETIAP akan MENGERJAKAN atau BERBUAT sesuatu (“something toward which effort is directed”) di bidang Pemerintahan.
  4. Dapat dimaklumi kalau ADA PEJABAT PEMERINTAH yang walaupun dapat menjawab bahwa TUJUAN (OBJECTIVE) dari SETIAP akan MENGERJAKAN atau BERBUAT sesuatu di bidang Pemerintahan adalah “MASYARAKAT ADIL DAN MAKMUR”, namun pada umumnya selalu menjadikan KEGUNAAN dari SETIAP PERBUATAN yang akan dilakukan di bidang Pemerintahan sebagai PEDOMAN, terutama KEGUNAAN untuk kepentingan diri sendiri dan/atau golongan dari Pejabat yang bersangkutan, ketimbang TUJUAN (OBJECTIVE) “MASYARAKAT ADIL DAN MAKMUR” itu.
Ketahuilah bahwa MASALAH yang SEBENARNYA yang telah menyebabkan timbulnya KESULITAN dalam memahami PERBEDAAN antara “APA YANG HARUS DIKERJAKAN (WHAT TO DO)” dengan “BAGAIMANA MENGERJAKANNYA (HOW TO DO)”, sehingga terjadi KETIDAK-SEIMBANGAN antara JUMLAH PEKERJA/PROFESIONAL dengan JUMLAH PENGUSAHA (BUSINESS OWNER), tidak lain adalah SIKAP TIDAK MAU MENGERTI tentang TUJUAN (OBJECTIVE) serta PERLUNYA MENETAPKAN
TUJUAN (OBJECTIVE) yang akan digunakan sebagai PEDOMAN dalam SETIAP akan MENGERJAKAN atau MELAKUKAN suatu UPAYA atau PERBUATAN (“Objective is something toward which effort is directed”).

MASALAH ini merupakan KENDALA yang SANGAT MENDASAR yang HARUS SEGERA DIATASI dalam rangka melakukan upaya “PERBAIKAN NASIB BANGSA” ini, sedangkan upaya untuk mengatasinya HARUS dengan SISTEM PENDIDIKAN YANG LAIN yang berbeda sama sekali dengan Sistem Pendidikan Umum/Diknas, yang dinamakan “PENDIDIKAN BISNIS”. “M. A. Dani & Associates” berkompeten dengan MASALAH INI dan oleh karenanya BERTEKAD untuk berdedikasi dalam “PENDIDIKAN BISNIS” tersebut berdasarkan panggilan hati-nurani yang mengatakan bahwa MEMBIARKAN MASALAH INI dengan TIDAK MENYELENGGARAKAN “PENDIDIKAN BISNIS” sebagai upaya untuk mengatasinya, sama saja artinya dengan TIDAK PEDULI akan NASIB
ANAK/CUCU/KETURUNAN atau GENERASI YANG AKAN DATANG.
Padanan kata “BISNIS” adalah ‘URUSAN”, sehingga “PENDIDIKAN BISNIS” dapat diartikan
“PENDIDIKAN UNTUK MENGURUS SEGALA SESUATU”, mulai dari mengurus diri sendiri, mengurus rumah tangga, mengurus usaha/perusahaan, sampai mengurus bangsa dan negara.

4
"PENDIDIKAN BISNIS" pada hakekatnya adalah "PENDIDIKAN" tentang "AKAL-SEHAT/PIKIRANJERNIH" yang akan membentuk "POLA-PIKIR" dan yang selanjutnya akan menentukan "SIKAP/TINDAKAN/ PERILAKU/PERBUATAN".
Sedangkan "AKAL-SEHAT/PIKIRAN-JERNIH" adalah AKAL/PIKIRAN/NALAR/LOGIKA yang TIDAK DIPENGARUHI oleh KEINGINAN, akan tetapi yang DITUNJANG oleh KALBU/HATI-NURANI.

"AKAL-SEHAT/PIKIRAN-JERNIH", "POLA-PIKIR" dan "TINDAKAN/ PERILAKU/ PERBUATAN" adalah BUKAN merupakan "ILMU PENGETAHUAN ATAU KETERAMPILAN" seperti yang diajarkan di SEKOLAH (dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi dalam Sistem Pendidikan Nasional, termasuk kursus/training/workshop), sehingga "PENDIDIKAN BISNIS" adalah "PENDIDIKAN" dalam "tanda kutip",BUKAN SEKOLAH.

Dasar penyelenggaraan “PENDIDIKAN BISNIS” adalah KAIDAH bahwa “SIKAP/ TINDAKAN/ PERILAKU/PERBUATAN", termasuk PEMBICARAAN seseorang, pada dasarnya adalah merupakan EKSPRESI dari "POLA-PIKIR" orang yang bersangkutan.

Atas dasar kaidah tersebut, maka sistem "PENDIDIKAN BISNIS" yang sedang dikembangkan oleh "M. A. Dani & Assosiates" adalah dengan MEMBICARAKAN topik-topik yang berhubungan dengan "AKAL-SEHAT/PIKIRAN-JERNIH" dengan peserta "pendidikan", dalam rangka untuk menanamkan "POLA-PIKIR" yang selanjutnya akan MERUBAH "SIKAP/ TINDAKAN/ PERILAKU/ PERBUATAN".

Titik berat PEMBICARAAN adalah tentang “KEINGINAN” yang SEHARUSNYA dapat DIKENDALIKAN oleh AKAL/PIKIRAN/NALAR/LOGIKA melalui “PENALARAN”. Antara lain akan dibicarakan bahwa “PENALARAN” adalah “PROSES MENGERTI BAHWA MENGERTI”, sedangkan “KEINGINAN” adalah SEBALIKNYA yaitu “PROSES TIDAK MENGERTI BAHWA TIDAK MENGERTI”.

Untuk itu “PENDIDIKAN BISNIS” diselenggarakan dalam bentuk Pertemuan Mingguan di kelas selama 2 jam. Sedangkan waktu yang selebihnya dalam seminggu HARUS digunakan sendiri oleh peserta diluar kelas untuk MELATIH DIRI dalam rangka merubah POLA-PIKIR, sehingga bila telah berhasil maka selanjutnya PASTI akan menyebabkan perubahan "SIKAP/TINDAKAN/PERILAKU/PERBUATAN".

“Hasil yang diharapkan atau yang seharusnya terjadi” dari upaya menyelenggarakan “PENDIDIKAN BISNIS” adalah PERUBAHAN SIKAP dari peserta, yaitu perubahan dari SIKAP TIDAK MAU MENGERTI tentang TUJUAN (OBJECTIVE) yang seharusnya dijadikan sebagai PEDOMAN dalam SETIAP akan MENGERJAKAN atau MELAKUKAN suatu UPAYA atau PERBUATAN (“something toward which effort is directed”) menjadi "SIKAP/ TINDAKAN/ PERILAKU/ PERBUATAN" yang SELALU MENGARAH KE TUJUAN (OBJECTIVE)".

Indikasi perubahan tersebut akan dapat diketahui dari PEMBICARAAN dalam pertemuan dalam minggu berikutnya lagi dengan peserta. Bagi Anda yang tertarik untuk IKUT BERPARTISIPASI, baik sebagai PESERTA maupun sebagai PENYELENGGARA, silahkan menghubungi kami, atau sebaiknya datang ke alamat kami, untuk membicarakan
kemungkinannya.
***

Sabtu, 20 Oktober 2007

PENDIDIKAN BISNIS

Assalaamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh.
Terdapat PERBEDAAN yang PRINSIPIL tentang "PENDIDIKAN BISNIS" yang diinginkan oleh masyarakat dengan "PENDIDIKAN BISNIS" yang dapat diselenggarakan oleh "M. A. Dani & Associates".
"PENDIDIKAN BISNIS" yang diinginkan oleh masyarakat adalah yang DALAM PENYELENGGARAANNYA LEBIH MEMENTINGKAN KEGUNAAN (MANFAAT) yang akan diperoleh dalam bentuk "ILMU PENGETAHUAN DAN/ATAU KETERAMPILAN MENJALANKAN USAHA (BISNIS)", sedangkan TUJUANNYA yang tidak lain adalah "KEMAMPUAN MENJALANKAN USAHA (BISNIS)", bagaimanapun bentuk atau jadinya, adalah untuk DITERIMA dan DIIKUTI saja, sehingga BUKAN atau TIDAK DAPAT dan bahkan TIDAK PERLU untuk dijadikan ARAH/PEDOMAN dalam MENYELENGGARAKAN "PENDIDIKAN BISNIS" itu sendiri.
Sedangkan "PENDIDIKAN BISNIS" yang diselenggarakan oleh "M. A. Dani & Associates" LEBIH MEMENTINGKAN TUJUAN berupa "KEMAMPUAN MENJALANKAN USAHA (BISNIS)" untuk dijadikan ARAH/PEDOMAN dalam MENYELENGGARAKAN "PENDIDIKAN BISNIS" itu sendiri, sedangkan KEGUNAAN (MANFAAT) yang akan diperoleh sudah PASTI ada dan TIDAK HANYA dalam bentuk "ILMU PENGETAHUAN DAN/ATAU KETERAMPILAN MENJALANKAN USAHA (BISNIS)" saja, akan tetapi juga dalam bentuk lainnya, tergantung dari UPAYA yang mengarah ke TUJUAN tersebut.
Bahkan "MEMENTINGKAN TUJUAN DARI PADA KEGUNAAN" seharusnya adalah prinsip yang seyogianya dipegang teguh dalam melakukan setiap PERBUATAN, termasuk segala perbuatan dalam rangka menjalankan usaha (bisnis), sehingga menjadi topik yang utama yang dibicarakan dalam "PENDIDIKAN BISNIS" yang diselenggarakan oleh "M. A. Dani & Associates".
Perbedaan "PENDIDIKAN BISNIS" yang BERTOLAK-BELAKANG tersebut menyebabkan "M. A. Dani & Associates" menghadapi KENDALA YANG SANGAT SERIUS dalam melaksanakannya.
Masyarakat sebetulnya menyadari bahwa "PENDIDIKAN BISNIS" SANGAT DIPERLUKAN dalam rangka upaya "PERBAIKAN NASIB BANGSA". Akan tetapi masyarakat hanya dapat menerima bentuk penyelenggaraannya yang sama seperti dalam Sistem Pendidikan Umum/Diknas, yaitu melalui "PROSES BELAJAR MENGAJAR".
Masyarakat TIDAK atau KURANG MENYADARI bahwa pada hakekatnya "PENDIDIKAN BISNIS" yang diinginkan oleh masyarakat seperti itu TIDAK ADA, sehingga TIDAK MUNGKIN DAPAT DILAKSANAKAN.
KESIMPULAN tersebut diperoleh sebagai hasil MEMPELAJARI SENDIRI tentang POLA-PIKIR DALAM MENJALANKAN USAHA (BISNIS) yang telah saya lakukan selama tidak kurang dari 40 (empat puluh) tahun, yang menunjukkan bahwa pada KENYATAANNYA terdapat 2 (dua) hal yang SANGAT PRINSIPIL, yaitu:
1) MENJALANKAN USAHA (BISNIS) TIDAK BISA DIJADIKAN "ILMU PENGETAHUAN DAN/ATAU KETERAMPILAN" YANG DAPAT DIAJARKAN
Dalam hal ini ada seorang Pengusaha yang mengatakan bahwa "MENJALANKAN USAHA (BISNIS) ITU TIDAK ADA SEKOLAHNYA".
Kenyataan ini menyebabkan para Pengusaha pada umumnya KESULITAN dalam mengajarkan PENGETAHUAN DAN/ATAU KETERAMPILAN MENJALANKAN USAHA (BISNIS) kepada orang lain, walaupun kepada anak kandungnya sendiri. Namun KESULITAN tersebut ternyata kurang dapat diterima atau dianggap kurang masuk akal oleh masyarakat karena telah TERBUKTI bahwa dengan PENGETAHUAN DAN/ATAU KETERAMPILAN MENJALANKAN USAHA (BISNIS) yang selama ini dimiliki, terlihat jelas bahwa seorang Pengusaha telah BERHASIL MENJALANKAN USAHA (BISNIS) dengan baik. Disamping itu masyarakat pada umumnya menganggap apabila seseorang telah berhasil melakukan sesuatu, maka SEHARUSNYA orang yang bersangkutan dapat mengajarkan caranya kepada orang lain.
Pokoknya dalam "Proses Belajar Mengajar" maka "Yang Mengajar" HARUS "SUPERIOR" (lebih menguasai) dari "Yang diajar" tentang "Ilmu Pengetahuan dan/atau Keterampilan".
Anggapan tersebut mengakibatkan ada seseorang yang baru sekali datang berkunjung ke tempat saya, akan tetapi terus merasa KECEWA setelah melihat kondisi saya yang TIDAK MENUNJUKKAN bahwa saya adalah seorang yang TELAH SUKSES MENJALANKAN USAHA (BISNIS), sehingga dianggapnya tidak masuk akal kalau saya dapat mengajarkan "ILMU PENGETAHUAN DAN/ATAU KETERAMPILAN MENJALANKAN USAHA (BISNIS)" kepada orang lain.
Dapat dimaklumi bahwa setelah merasa SANGAT KECEWA karena "ILMU PENGETAHUAN DAN/ATAU KETERAMPILAN MENJALANKAN USAHA (BISNIS)" ternyata TIDAK MUNGKIN akan diperoleh dari saya, maka akhirnya orang yang bersangkutan tidak pernah datang lagi.
2) "KEMAMPUAN MEJALANKAN USAHA (BISNIS)" SANGAT TERGANTUNG DARI TINGKAT "INTELIGENSI"
Pada umumnya orang TIDAK MENYADARI bahwa segala PERBUATAN/TINDAKAN yang akan dilakukan dalam MENJALANKAN USAHA (BISNIS) ternyata TIDAK TERGANTUNG kepada "ILMU PENGETAHUAN DAN/ATAU KETERAMPILAN" yang telah diperoleh dari Sistem Pendidikan Umum/Diknas (Pendidikan Formal), akan tetapi SANGAT TERGANTUNG kepada TINGKAT INTELIGENSI.
Oleh karena itu tidak heran setelah dimintai pendapatnya tentang suatu PERBUATAN/TINDAKAN yang akan dilakukan dalam menjalankan usaha (bisnis) kepada Pengusaha oleh seseorang dalam rangka "konsultasi", maka Pengusaha yang bersangkutan HANYA menyarankan agar LAKUKAN SAJA (JUST DO IT) kalau MEMANG ternyata PERLU (NEED) untuk dilakukan dan agar TIDAK MELAKUKAN suatu PERBUATAN/TINDAKAN kalau HANYA karena INGIN (WANT) melakukannya.
Akan tetapi ternyata TIDAK MUDAH untuk MEMBEDAKAN/MEMISAHKAN antara PERBUATAN/-TINDAKAN yang PERLU (NEED) DILAKUKAN dengan PERBUATAN/TINDAKAN yang INGIN (WANT) DILAKUKAN bila TINGKAT INTELIGENSI TIDAK MEMADAI.
Dengan demikian maka KEBERHASILAN MENJALANKAN USAHA (BISNIS) sangat tergantung dari TINGKAT INTELIGENSI , yaitu makin tinggi TINGKAT INTELIGENSI seseorang akan makin MUDAH bagi orang yang bersangkutan untuk menentukan suatu PERBUATAN/TINDAKAN yang PERLU (NEED) DILAKUKAN.
INTELIGENSI adalah KEMAMPUAN UNTUK MEMPELAJARI ATAU MEMAHAMI ATAU BERSIKAP TERHADAP SITUASI YANG BARU ATAU SULIT, sedangkan TINGKAT INTELIGENSI seseorang adalah PENGAKUAN yang diberikan ORANG LAIN terhadap INTELIGENSI orang yang bersangkutan.
Disamping itu, KEMUDAHAN dalam menentukan suatu PERBUATAN/TINDAKAN yang PERLU (NEED) DILAKUKAN juga tergantung dari SITUASI yang sedang dihadapi, sehingga SANGAT TIDAK MUDAH untuk menentukannya bilamana SITUASI yang sedang dihadapi SANGAT BARU (belum pernah terjadi sebelumnya) dan/atau tingkat KESULITAN dari SITUASI yang sedang dihadapi SANGAT TINGGI. Dengan kata lain seseorang hanya akan dapat berhasil dalam menghadapi suatu situasi, bila TINGKAT INTELIGENSI yang bersangkutan SEBANDING dengan SITUASI yang sedang dihadapinya.
Ada seseorang yang ternyata BERHASIL menghadapi segala situasi dalam MENJALANKAN USAHA (BISNIS), pada hal diketahui bahwa tingkat INTELIGENSI orang yang bersangkutan tidak begitu tinggi.
Sebaliknya ada seseorang yang ternyata BELUM BERHASIL atau MASIH KESULITAN dalam MENJALANKAN USAHA (BISNIS), pada hal diketahui bahwa tingkat INTELIGENSI orang yang bersangkutan cukup tinggi.
Ratio (perbandingan) antara tingkat INTELIGENSI seseorang dengan tingkat KESULITAN SITUASI yang dihadapi oleh orang yang bersangkutan disebut tingkat REJEKI.
Bila ratio > 1 berarti REJEKI orang yang bersangkutan DIMUDAHKAN oleh ALLAH SUBHAANAHU WATA'ALA dan seyogianyalah orang yang bersangkutan BERSYUKUR.
Sedangkan bilamana ratio <>
Berapapun besarnya ratio tersebut adalah merupakan UJIAN terhadap setiap orang oleh ALLAH SUBHAANAHU WATA'ALA tentang kekuasaanNYA dalam MENENTUKAN REJEKI.
Saya sendiri, pada saat ini, masih sedang menghadapi SITUASI yang SANGAT BARU dan SANGAT SULIT dalam menjalankan usaha di bidang "PENDIDIKAN BISNIS". Saya tidak tahu apakah tingkat INTELIGENSI saya cukup memadai untuk menghadapinya, namun saya dapat merasakan bahwa tingkat INTELIGENSI saya BELUM SEBANDING dengan SITUASI BISNIS yang sedang saya hadapi.
Ketahuilah sebagaimana yang sering saya tulis bahwa Sistem Pendidikan Umum/Diknas hanya memacu untuk MENINGKATKAN PRESTASI, serta TIDAK MENDUKUNG untuk MENINGKATKAN INTELIGENSI.
Oleh karena itulah diperlukan sistem pendidikan yang lain untuk MENGIMBANGINYA yang saya namakan sistem "PENDIDIKAN BISNIS".
Prinsip "MEMENTINGKAN TUJUAN DARI KEGUNAAN", khususnya dalam menyelenggarakan "PENDIDIKAN BISNIS" adalah prinsip yang akan selalu dipegang teguh oleh "M. A. Dani & Associates", sehingga akan selalu KONSISTEN dengan prinsip tersebut dan sebagai konsekwensinya "M. A. Dani & Associates" TIDAK AKAN PERNAH MENGAJARKAN "ILMU PENGETAHUAN DAN/ATAU KETERAMPILAN MENJALANKAN USAHA (BISNIS)" sebagaimana yang diharapkan oleh masyarakat pada umumnya.
Dalam situasi yang demikian tidak ada yang dapat dilakukan oleh "M. A. Dani & Associates" selain menyadarkan masyarakat bahwa pendidikan yang diselenggarakan untuk memperoleh "Ilmu Pengetahuan dan Keterampilan" seperti dalam Sistem Pendidikan Umum/Diknas TIDAK MUNGKIN dan TIDAK DAPAT DIGUNAKAN untuk menumbuhkan KEMAMPUAN MENJALANKAN USAHA (BISNIS) dalam diri seseorang.
Sebagaimana yang juga sering saya tulis bahwa TIDAK ADA PERSAMAANYA antara Sistem "PENDIDIKAN BISNIS" dengan Sistem Pendidikan Umum/Diknas, sehingga dengan demikian para tenaga pendidik dan pakar Pendidikan akan menemui KESULITAN untuk memahami apalagi untuk membicarakan tentang PERBEDAAN PRINSIP dalam Sistem "PENDIDIKAN BISNIS".
Bagi Anda yang merasa berminat untuk berpartisipasi dalam PENYELENGGARAAN "PENDIDIKAN BISNIS", baik sebagai PESERTA ataupun sebagai PENYELENGGARA, silahkan datang ke alamat saya untuk membicarakan kemungkinannya.

Wassalam,
"M. A. Dani & Associates"
Jasa Konsultansi dan Pendidikan/Pelatihan Manajemen Bisnis
BERBUAT NYATA dalam rangka "PERBAIKAN NASIB BANGSA MELALUI PENDIDIKAN BISNIS"
Jl. Kampung Melayu Kecil 5, No.3/RT.14/RW.10, Bukit Duri, Tebet, Jakarta Selatan 12840
Telpon (021) 8303541

Jumat, 05 Oktober 2007

Temen-temen, Jangan Pernah Berhenti Bersyukur..

From: Hadi Kuntoro
Sent: Friday, October 05, 2007 1:15 AM

Dear Action Member..
Dream atau Impian memang indah, dan ditangan motivator-motovator yang handal, lengkaplah sudah tekad kita atau motivasi kita apabila kata-katanya telah dirangkai dengan sedemikian indah, “Jangan Pernah Putus Asa Mengejar Impian Anda”.

Kata-kata ini begitu menyihir kita untuk bergerak-bergerak-bergerak…namun tetap saja ada kalanya bahan bakar semangat kita habis atau menipis, kendur, loyo, sebel, masa bodoh, menyalahkan orang,keadaan,stress,depressi…dan mulai muncul rasa bahwa “This Not my way…” ini bukan jalan saya.

Saya merasa jadi asing dengan apa yang saya lakukan saat ini. Kenapa saya memilih jalan ini…? Kenapa orang bisa berhasil..? kenapa saya sial terus…?
Apakah anda sering atau pernah atau bahkan sedang mengalami hal diatas ini..?

Kalau anda sudah merasa menderita karena persoalan2 diatas, berarti anda harus sudah mulai buru-buru untuk menancapkan tiang atau monument atau Milestone atau apalah...yang merupakan bahwa anda sudah mulai BERHASIL. Dan ini mungkin awal dari keberhasilan anda.

Bagai kita yang memiliki tubuh overweight, yang sedang berusaha untuk mengecilkan berat badan. Dari semua literatur dan saran para ahli berbagai media, yang paling cocok untuk menguruskan perut yang menonjol kian kemari adalah dengan olahraga lari secara teratur misalnya.

Hari pertama kita begitu semangat. 10 kilometer rasannya nggak mustahil akan dilahap pada kesempatan pertama itu. Kita mulai berlari…ternyata…betis anda terasa terpaku di tanah, paha anda pegel, keringat dingin malahan yang keluar atau bahkan keringat2 yang bikin gatal, nafas anda terburu seakan oksigen sudah begitu menipis, apalagi antara nafas dan langkah tidak kompak, kepala anda mulai berdenyut, satu putaran lapangan tennis seakan sudah cukup untuk meledakkan paru2 anda..dan terakhir otak anda berkata stop..! berhenti.! Dan akhirnya anda berhenti….sedih, belum juga 1 kilo…pengin lari lagi nggak kuat, esok harinya malah pegel, kesal dengan diri sendiri akhirnya malah jadi makan banyak2 karena stress dan menyalahkan diri sendiri atau kadang menyalahkan keadaaan....

Padahal yang harus dia lakukan pada hari pertama dia lari dan tidak kuat itu adalah....Alhamdulillah.... bersyukur..bersyukur..dan bersyukur...hari ini sudah bisa mulai berolah raga meskipun belum kuat lama, atas kesadaran sendiri, ditempat lain ada yang memulai seperti ini pada saat dia sudah mulai kena stroke ringan....dan esok harinya kita datang lagi ke arena dengan gagah, kita lari lagi dapatnya kok menurun hanya setengah putaran lapangan tennis..? itupun diakhiri dengan memegang lutut yang rasanya mau copot..? bersyukurlah...pas pulang timbangan malah naik, biarin saja, besok kita mulai lagi dan selalulah bersyukur..Insya Allah setelah 3-4 bulan segendut apapun tubuh anda anda akan bisa lari 6-8 km non stop..! Bahkan 1 km terakhir bisa Sprint.! hehe..ada kok yang mengalaminya...

Anda pebisnis yang biasa profitnya diatas 10 juta kok sekarang 5 juta saja susah, besyukurlah, temen yang lain ada yang profinya gak sampai 1 juta.
Biasanya profit 1 juta sebulan sekarang kok paspasan hanya bisa untuk bayar sewa dan karyawan saja? Bersyukurlah tdaers lainnya ada yang merugi lho..
Tiap bulan rugi dan nombok melulu..? Tetaplah bersyukur... karena anda sudah memulai, tdaers yang lain ada yang baru cari2 peluang, Stress...peluang banyak sekali..tapi nggak tahu mau ambil yang mana.? Syukurilah..karena ternyata mindset anda sudah mulai berubah..Insya Allah degan bersyukur anda akan dipilihkan pilihan terbaik.
Jangankan memilih peluang bisnis KEPINGIN SAJA TAKUT nanti kesengsem sementara modal dan nyali nggak ada, Bersyukurlah...karena ana saat ini sudah memiliki baynak temen2 di tda yang senantiasa akan berempati dgn anda, jangan malu,gengsi,dan semacamnya untuk menceritakan apa yang sedang anda alami saat ini..apalagi hal2 yang menyedihkan, kalau kita mau berbagi kadang malah cepet ilang sedihnya...
Temen sudah banyak, tapi melihat sharing2 mereka kita malah stress...? Apakah ada yang tidak berdaya begini..? Bersyukurlah...anda jauh lebih baik, nun jauh disana ada teman sekolah saya yang saat ini jadi guru dengan honor hanya 200ribu sebulan. Beberapa waktu lalu HP dia yang biasanya hanya untuk menerima panggilan saja, diam2 saya isi lewat M-Kios, dia begitu takjub karena 100rb yang saya isikan ini biasanya biaya pulsa dia 5 bulan...!

Jadi syukurilah apa yang anda sudah dapatkan saat ini, dan apabila rasa syukur itu digabungkan dengan dream2 kita yang indah, makan akan kita dapatkan kata2 yang memiliki power yang sangat dahsyat. Jangan memusingkan apa yang belum kita capai tapi coba periksalah apa2 yang sudah kita dapat, dan bersukurlah.

”Jangan Berhenti Mengejar Impian Anda, dan Syukurilah Terhadap Apapun yang Sudah Anda Capai Sampai Detik Ini”

Sering2lah mengucapkan Alhamdulillah...dan hayatilah makna "Bersukur" yang terkandung didalamnya dengan hati...niscaya anda akan dengan mudah menangis karena begitu banyak yang telah kita dapatkan....

Salam Hangat
Hadi Kuntoro
http://hadikuntoro.com
http://rajaselimut.com
http://mysajadah.com

Selasa, 02 Oktober 2007

KENAPA DIPERLUKAN "PENDIDIKAN" BISNIS

KENAPA DIPERLUKAN "PENDIDIKAN" BISNIS
Ada seorang Ustadz yang disamping menjadi seorang Tenaga Pengajar di sebuah Pesantren, dia juga bekerja sebagai Tenaga Peneliti Pendidikan Agama di Kedutaan Negara Arab.
Ustadz ini alumni sebuah Perguruan Tinggi Agama Islam di sebuah Negara Arab dan bisa ditebak kemungkinan besar adalah Negara Arab yang Kantor Kedutaannya adalah juga tempat dia bekerja sekarang.
Pada waktu ngobrol-ngobrol di atas Kereta Api dalam perjalanan dari Bandung ke Jakarta, Ustadz ini sampai menanyakan tentang apa yang dimaksud dengan sistem pendidikan yang lain, yang dinamakan Sistem "Pendidikan" Bisnis itu, serta kenapa sistem pendidikan tersebut diperlukan PADAHAL sistem pendidikan yang SUDAH ADA dan SUDAH BERJALAN sampai sekarang SUDAH MENCAKUP SEMUA ILMU PENGETAHUAN DAN KETERAMPILAN yang diperlukan.
Sistem pendidikan yang sudah ada ini dinamakannya "Sistem Pendidikan FORMAL" yang juga digunakan/dijalankan di pesantren-pesantren.
Kepada sang Ustadz lalu dijelaskan bahwa Sistem "Pendidikan" Bisnis adalah sistem pendidikan tentang PEROBAHAN POLA-PIKIR dari pesertanya bahwa PERBUATAN yang PERLU atau SEHARUSNYA dilakukan adalah PERBUATAN yang apabila KEGUNAAN dari OBJEK yang diperlakukan SESUAI dengan TUJUAN (OBJECTIVE) melakukan PERBUATAN yang bersangkutan.
Kemudian untuk menjawab pertanyaannya dijelaskan serta DITEGASKAN bahwa Sistem "Pendidikan" Bisnis diperlukan karena PADA KENYATAANNYA "Sistem Pendidikan FORMAL" yang TERLIHAT serta DIJALANKAN dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sekarang ini TIDAK MENDUKUNG agar terjadi PEROBAHAN POLA-PIKIR yang demikian.
Dapat diperkirakan sebelumnya bahwa sang Ustadz sebagai seorang TENAGA PENDIDIK dalam "Sistem Pendidikan FORMAL" PASTI TIDAK MENERIMA kalau dikatakan bahwa "Sistem Pendidikan FORMAL ternyata TIDAK MENDUKUNG agar terjadi PEROBAHAN POLA-PIKIR yang demikian".
Dikemukakannya bahwa Ilmu Pengetahuan yang menyangkut POLA-PIKIR, yang pernah diperolehnya di Perguruan Tinggi Agama Islam, dinamakan "ILMU HAKEKAT". Jadi katanya adalah tidak benar "Sistem Pendidikan FORMAL dikatakan TIDAK MENDUKUNG agar terjadi PEROBAHAN POLA-PIKIR". Menurutnya pengamalan suatu ilmu tergantung orang yang mengamalkannya.
Percuma untuk mempertanyakan kepadanya bahwa "ILMU HAKEKAT" pada KENYATAANNYA adalah ilmu yang "pada hakekatnya" mendalami "hakekat" dari beberapa PERBUATAN tertentu dan BUKAN mengupas tentang POLA-PIKIR yang akan mendasari setiap PERBUATAN.
Terlepas dari segi FAKTA atau KENYATAAN yang dapat dibuktikan sendiri, Ustadz ini serta para Tenaga Pendidik lainnya (guru/dosen) dan masyarakat umum TIDAK AKAN DAPAT MENERIMA bila ada yang MENGHUJAT "Sistem Pendidikan FORMAL" yang SEHARUSNYA DIUTAMAKAN dalam menjalani hidup dan kehidupan ini, karena MAKIN TINGGI tingkat pendidikan yang dapat diselesaikan, MAKIN MENDAPAT TEMPAT YANG LEBIH TERHORMAT DALAM MASYARAKAT sebagai "ORANG YANG BERPENDIDIKAN" (punya embel-embel gelar kesarjanaan di depan atau dibelakang nama).
Hanya kemudian dicoba sedikit menambahkan/membelokkan pembicaraan bahwa PEROBAHAN POLA-PIKIR sudah PASTI akan MENIMBULKAN PEROBAHAN AKHLAK oleh karena setiap PERBUATAN yang dilakukan akan mencerminkan tingkatan AKHLAK dari pelakunya.
Karena tidak ada komentar, maka dicoba menambahkan lagi "HUJATAN" yang agak lebih "sopan" bahwa pada KENYATAANNYA "Sistem Pendidikan FORMAL" yang TERLIHAT serta dijalankan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sekarang ini juga TIDAK MENDUKUNG agar terjadi PEROBAHAN AKHLAK pada anak-didik, sebagaimana yang diuraikan oleh Khatib dalam khotbah Shalat ‘Idul Adha yang diselenggarakan pada hari Sabtu, 30 Desember 2006, atau 9 Dzulhijjah 1427H, di lapangan Mesjid Al-Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Khatib menjelaskan bahwa "PENDIDIKAN AKHLAK" mempunyai CAKUPAN atau RUANG LINGKUP yang berbeda dengan SISTEM PENDIDIKAN UMUM/DIKNAS dan oleh karenanya TIDAK DAPAT DIBERIKAN melalui "Sistem Pendidikan FORMAL" yang dinamakan SISTEM "PENDIDIKAN UMUM/DIKNAS" yang telah berjalan sampai sekarang ini, sehingga HARUS diselenggarakan OLEH dan DI SETIAP RUMAH TANGGA.
Kali ini sang Ustadz hanya tersenyum dan senyumannya itu dapat ditebak artinya yaitu untuk mengatakan bahwa semua Ilmu Pengatahuan yang diajarkan di Pesantren adalah menyangkut AKHLAK dan bahwa pengamalan suatu ilmu tergantung orang yang mengamalkannya.
Yang jelas, "Pendidikan" Bisnis MEMANG dan HARUS diselenggarakan OLEH dan DI SETIAP RUMAH TANGGA dengan MELATIH DIRI SENDIRI menggunakan POLA-PIKIR yang telah dibicarakan di kelas.
Harus SEBANYAK MUNGKIN waktu yang dihabiskan diluar kelas untuk MELATIH DIRI SENDIRI menggunakan POLA-PIKIR yang telah dibicarakan di kelas, sedangkan hanya memerlukan waktu selama 1-2 jam dalam seminggu untuk membicarakan topik-topik yang menyangkut POLA-PIKIR tersebut dalam pertemuan-pertemuan yang diadakan di kelas.
Pernyataan dari sang Ustadz tentang PERBUATAN ("pengamalan dari suatu ilmu") bahwa "pengamalan suatu ilmu tergantung orang yang mengamalkannya" merupakan BUKTI bahwa ILMU PENGETAHUAN dan/atau KETERAMPILAN adalah satu hal dalam HIDUP dan KEHIDUPAN ini, sedangkan PERBUATAN adalah hal lainnya yang TIDAK HARUS ada kaitannya, karena "tergantung orangnya".
Itulah sebabnya POLA-PIKIR yang dijadikan dasar melakukan setiap PERBUATAN selalu kami katakan BUKAN merupakan ILMU PENGETAHUAN dan/atau KETERAMPILAN.
POLA-PIKIR tidak dapat DIAJARKAN, akan tetapi dapat DITUMBUHKAN dengan MEMBICARAKAN topik-topik yang berhubungan dengan POLA-PIKIR yang bersangkutan.
Disamping itu MASYARAKAT perlu disadarkan bahwa "PENDIDIKAN UMUM/DIKNAS" BUKANLAH SEGALA-GALANYA atau SATU-SATUNYA SISTEM PENDIDIKAN, akan tetapi JUGA DIPERLUKAN SISTEM PENDIDIKAN YANG LAIN yang dinamakan SISTEM "PENDIDIKAN" BISNIS dalam rangka untuk 'MEMPERBAIKI NASIB BANGSA INI".
Bila Anda merasa tertarik dan berminat untuk ikut berpartisipasi, baik sebagai peserta "PENDIDIKAN" BISNIS maupun untuk menjadi ASSOCIATE yang akan menyebar-luaskan POLA-PIKIR yang "lebih mementingkan TUJUAN dari pada KEGUNAAN", silahkan menghubungi kami, atau akan lebih baik bila datang ke alamat kami untuk membicarakannya.
***
M. A. Dani & Associates
(PT. Tatabisnis Usaha Globalisia)
Jasa Konsultansi dan Pendidikan & Pelatihan Manajemen Bisnis (Business Management Consultancy & Education/Training Services)
Jl. Kp. Melayu Kecil 5, No.3/RT.14/RW.10, Jakarta Selatan, JAKARTA 12840.
Tel: (021)8303541, E-mail muchtid@cbn.net.id
BERBUAT NYATA dalam rangka "PERBAIKAN NASIB BANGSA MELALUI PENDIDIKAN BISNIS"